Muda Karya – Mungkin
banyak orang sudah tahu kalau rokok berbahaya untuk kesehatan. Tetapi
nyatanya setiap tahun jumlah pecandu rokok di Indonesia terus bertambah.
Data terbaru menyebutkan bahwa 31,4 persen penduduk Indonesia merokok,
dan 4,83 persen di antaranya wanita (sumber:
http://www.kompas.co.id/wanita/news/0605/30/164017.htm.)
Prevalensi perokok anak usia 13-15 tahun mencapai 26,8 persen dari total populasi penduduk Indonesia, 234 juta jiwa. Pada peringatan Hari Anti Rokok se Dunia yang jatuh pada 31 Mei, berbagai kampanye dilakukan untuk mengimbau anti rokok khususnya bagi anak-anak. Benda kecil berbahan utama tembakau ini memang menimbulkan efek adiktif (ketagihan) bagi tubuh karena mengandung zat nikotin. Walau adiktif yang dikandung rokok tidak seberat adiktif pada narkotika dan obat-obat berbahaya (narkoba), zat adiktif rokok sangat sulit dilepaskan. Menurut dr Tjandra Yoga Aditama, dokter spesialis paru yang juga Ketua III Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), gejala-gejala yang dirasakan oleh para perokok tersebut disebut dengan withdrawal symptom yang muncul pada saat orang berhenti merokok. Obat untuk mengurangi withdrawal symptom ini menurutnya adalah nikotin juga, karena penyebabnya memang nikotin.
Prevalensi perokok anak usia 13-15 tahun mencapai 26,8 persen dari total populasi penduduk Indonesia, 234 juta jiwa. Pada peringatan Hari Anti Rokok se Dunia yang jatuh pada 31 Mei, berbagai kampanye dilakukan untuk mengimbau anti rokok khususnya bagi anak-anak. Benda kecil berbahan utama tembakau ini memang menimbulkan efek adiktif (ketagihan) bagi tubuh karena mengandung zat nikotin. Walau adiktif yang dikandung rokok tidak seberat adiktif pada narkotika dan obat-obat berbahaya (narkoba), zat adiktif rokok sangat sulit dilepaskan. Menurut dr Tjandra Yoga Aditama, dokter spesialis paru yang juga Ketua III Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), gejala-gejala yang dirasakan oleh para perokok tersebut disebut dengan withdrawal symptom yang muncul pada saat orang berhenti merokok. Obat untuk mengurangi withdrawal symptom ini menurutnya adalah nikotin juga, karena penyebabnya memang nikotin.
Di
luar negeri ada beberapa teknik pengobatan yang digunakan untuk
mengobati efek kecanduan pada rokok, yaitu melalui Nicotine Replacement
Therapy (NRT). Caranya adalah dengan mengurangi kadar nikotin secara
perlahan-lahan. Selama dua minggu, pasien akan diberikan nikotin
berbentuk plester, permen karet, roll on, inhalasi dan suntikan, yang
dosisnya terus dikurangi. Sayangnya, NRT ini belum ada di Indonesia.
Tjandra mengakui tidak mudah menghentikan kebiasaan merokok. Namun,
kebiasaan itu bisa diubah jika pertama-tama perokok memiliki motivasi.
Seorang perokok yang menjalankan ibadah puasa bisa berhenti merokok itu
karena dia memiliki motivasi, sayangnya motivasi ini sering tidak
diteruskan.
Menyongsong hari Anti Tembakau Sedunia yang jatuh
tanggal 31 Mei sebelum membahas hukum fiqih rokok dan profesi penunjang
lainnya, ada baiknya kita mengenali kembali apa saja bahaya yang
terkandung dalam sebatang rokok. Antara lain kanker paru, jantung,
infertilitas, gangguan reproduksi (nyeri haid, menopause lebih awal),
kulit keriput, kanker leher rahim dan pada ibu yang merokok bisa
menyebabkan abortus dan kematian janin. Ada beberapa penyakit yang bisa
timbul karena sekadar menjadi perokok pasif. Misalnya infeksi paru dan
telinga, gangguan pertumbuhan paru, atau bahkan dapat menyebabkan kanker
paru.
Selain penyakit di atas, ada pula beberapa efek rokok
terhadap tubuh yang jarang dipublikasikan, seperti menurunkan sistem
kekebalan tubuh hingga mengakibatkan kerontokan rambut, gangguan katarak
pada mata, kulit cepat keriput, kehilangan pendengaran dini,
menimbulkan kerusakan gigi, lebih mudah terkena osteoporosis, mengurangi
jumlah dan kelainan bentuk sperma, serta lebih berkemungkinan terkena
kanker. Seorang pecandu yang berhenti merokok dua hari berturut-turut,
kemampuan untuk mengecap dan menghirup akan membaik. Kalau berhenti
merokok dua sampai 12 minggu, sirkulasi darahnya membaik. Orang yang
terus berhenti merokok tiga sampai sembilan bulan, batuk dan gangguan
pernapasannya akan menghilang.
Perokok yang sudah lima tahun
berhenti merokok, maka risiko terkena penyakit jantung koroner akan
turun 50 persen, dan 10 tahun tidak merokok kemungkinan itu menjadi sama
dengan orang yang tidak merokok. Jadi, sesungguhnya tidak ada kata
terlambat untuk mulai hidup sehat dan berhenti merokok segera mungkin.
Tumbuhan yang dikenal dengan nama tembakau atau sigaret (ad dukhan atau
asy-syijar) baru dikenal pada akhir abad kesepuluh Hijriyah. Dan
semenjak masyarakat mengkonsumsinya sebagai bahan isapan mendorong para
ulama pada jaman itu untuk mengangkatnya sebagai bahan kajian fiqih agar
terjadi kejelasan hukum halal dan haramnya.
Topik ini relatif
menjadi wacana yang baru sehingga belum ada ketetapan hukum syariah dari
para fuqaha klasik dalam berbagai mazhab di samping belum sempurnanya
gambaran tentang substansi masalah dan dampak rokok berdasarkan riset
kesehatan yang akurat. Maka wajar setelah itu terjadilah perbedaan
pendapat dari berbagai mazhab fiqih tentang masalah ini, sebagian
berpendapat haram, sebagian berpendapat makruh, sebagian lagi mengatakan
boleh (mubah) dan terutama para ulama yang terlanjur mengkonsumsinya,
dan sebagian lagi tidak memberi hukum secara mutlak, tetapi menetapkan
hukumnya secara rinci. Bahkan sebagian lagi dari mereka berdiam diri,
tidak mau membicarakannya. Sebagian besar ulama mengharamkan ataupun
memakruhkan (sebaiknya ditinggalkan) rokok berdasarkan beberapa alasan
di antaranya:
- Menimbulkan kecanduan yang merusak akal sebagaimana barang yang memabukkan padahal setiap yang berpotensi memabukkan (muskir) itu hukumnya haram. Memabukkan di sini maksudnya segala sesuatu yang dapat menutup dan meracuni akal, meskipun hanya sebatas tidak ingat terutama bagi pemula.
- Melemahkan daya tahan tubuh. Kalaupun merokok itu tidak sampai memabukkan, minimal rokok dapat menurunkan daya tahan dan kekebalan tubuh. Dari Ummu Salamah r.a: “Bahwa Rasulullah saw. melarang segala sesuatu yang memabukkan dan melemahkan.”
- Menimbulkan mudharat yang mencakup
- mudharat jasmani dimana rokok menjadikan badan lemah, wajah pucat, terserang batuk, merusak kesehatan mulut dan gigi, bahkan dapat menimbulkan penyakit saluran pernafasan dan paru-paru. Dalam konteks ini tepat sekali perkataan sebagian ulama bahwa tidak ada perbedaan tentang haramnya sesuatu yang membahayakan, baik bahaya itu datang seketika maupun bertahap. Bahkan yang bertahap inilah yang lebih sering terjadi;
- mudharat finansial yaitu membakar uang secara sia-sia yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan tabdzir (menyia-nyiakan harta) yang dibenci Allah, dengan membelanjakan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaat bagi badan dan ruh, tidak bermanfaat di dunia dan akhirat bahkan justru membahayakan. Sedangkan Nabi saw telah melarang membuang-buang harta, Allah berfirman: “….dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros (mubadzirin) itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. al-Isro’:26-27)
Di antara ulama
yang secara tegas mengharamkan dan melarang merokok ialah Syekhul Islam
Ahmad As-Sanhuri Al-Bahuti al Hambali, dan dari kalangan mazhab Maliki
ialah Ibrahim Al-Laqqani (keduanya dari Mesir); Abdul Ghats Al Qasysy Al
Maliki (dari Maroko); Najmuddin bin Badruddin bin Mufassiril Qur’an;
dan Al Arabi Al Ghazzi Al’Amiri As Syafii (dari Damaskus); Ibrahim bin
Jam’an dan muridnya Abu Bakar bin Al Adhal (dari Yaman); Abdul Malik
Al-Ishami dan muridnya Muhammad bin ‘Allamah, serta Sayyid Umar
Khawajah, Isa Asy Syahwai Al Hanafi, Makki bin Faruh Al Makki, dan Sayid
Sa’ad Al Balkhi Al Madani (dari Turki).
Di samping itu efek
negatif rokok lainnya sangat banyak dan tidak dapat dipungkiri lagi
karena merupakan pengalaman empiris keseharian yaitu: meskipun tidak
sampai pada tingkat tabdzir dan isrof (berlebihan) merokok dapat
mengurangi harta yang semestinya dapat digunakan untuk hal-hal yang
lebih baik dan lebih bermanfaat bagi diri dan lingkungannya (prinsip
hifdzul maal); bau dan asapnya mengganggu serta menyakiti orang lain
yang tidak merokok; dapat melalaikan ibadah serta mengurangi kekhusyu’an
dan kesucian shalat karena baunya; membikin kecanduan sehingga pikiran
perokok akan kacau jika ia tidak mendapat rokok; mengganggu dan
membahayakan orang lain serta lingkungannya, padahal Nabi pernah
bersabda: “Tidak boleh ada bahaya dan sikap saling membahayakan pihak
lain” (HR. Ahmad, Malik, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Addar Quthni, Ibnu Majah)
Masalah
rokok sudah lama menjadi kajian fiqih kontemporer yang dibahas oleh
para ulama kontemporer seperti Syekh Hasanain Makhluf, mufti Mesir
berpendapat bahwa hukum asal rokok adalah mubah tetapi keharaman dan
kemakruhannya timbul akibat faktor-faktor lain, seperti jika menimbulkan
mudharat (banyak ataupun sedikit) terhadap jiwa maupun harta ataupun
pada kedua-duanya. Atau karena mendatangkan mudharat dan mengabaikan hak
orang lain. Apabila terdapat unsur-unsur seperti ini maka hukumnya
menjadi makruh atau haram, sesuai dengan dampak yang ditimbulkannya dan
bila sebaliknya jika tidak terdapat dampak negatif seperti itu maka
hukumnya halal.
Namun sebagian besar ulama dunia menetapkan
keharamannya melalui berbagai risalah dan buku yang ditulis mengenai
hukum rokok di antaranya; Syeikh Abdul Qadir Ahmad ‘Atha dalam bukunya
“Hadza Halal wa Hadza Haram” atau Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam berbagai
tulisannya seperti di “al-Halal wal Haram fil Islam”. Para ulama Timur
Tengah khususnya Najed pada umumnya mengharamkan rokok, lebih-lebih bila
yang melakukannya adalah ulama dan tokoh Islam (lihat berbagai risalah
yang diterbitkan Darul Ifta’ Saudi Arabia dari berbagai ulama). Syekh
Muhammad Ibnu Mani’, pemuka ulama Qatar berkata di dalam catatan
pinggirnya untuk kitab Ghayatul Muntaha, (II/332), sebagai berikut:
“Pendapat yang membolehkan rokok adalah pendapat orang yang ngawur
sehingga tidak perlu dihiraukan. Sebab, di antara mudharat yang
ditimbulkannya secara jelas ialah merusak badan, menimbulkan bau yang
kurang sedap dan mengganggu orang lain, serta dapat menghambur-hamburkan
harta tanpa ada gunanya. Maka janganlah Anda terpedaya oleh omongan
orang-orang yang menganggapnya halal. Sebab, siapapun boleh diambil atau
ditolak perkataannya”.
Barangkali fatwa yang paling objektif,
jujur, adil dan paling tepat alasannya dalam masalah ini, adalah yang
dikemukakan oleh Syekhul Mahmud Syaltout, Guru Besar dan Mufti Al Azhar
yaitu bahwa kalaupun rokok tidak menjadikan mabuk dan tidak merusak akal
tetapi masih menimbulkan mudharat yang dapat dirasakan pengaruhnya pada
kesehatan orang yang merokok dan yang tidak merokok. Padahal dokter
telah menjelaskan bahwa unsur-unsur yang ada di dalamnya diketahui
mengandung racun meskipun berproses lambat yang akan dapat merampas
kebahagiaan dan ketenteraman hidup manusia. Karena itu tidak diragukan
lagi bahwa rokok dapat menimbulkan gangguan dan mudharat, sedangkan hal
ini merupakan sesuatu yang buruk dan terlarang menurut pandangan Islam.
Di sisi lain pengeluaran belanja untuk rokok sebenarnya dapat digunakan
untuk sesuatu yang lebih baik dan bermanfaat. Maka dari sudut pandang
ini merokok jelas-jelas dilarang dan tidak dibolehkan syariah.
Dalam
menetapkan haram atau makruhnya suatu perkara, hukum Islam tidak hanya
berdasar pada nash (teks dalil) yang khusus menjelaskan suatu masalah.
Berbagai konsideran hukum dan kaidah-kaidah umum syariah menjadi
indikator penting dalam menetapkan hukum dengan menimbang mudharat dan
manfaatnya. Sebenarnya kegamangan sementara kalangan untuk mengharamkan
rokok karena melihat bahwa manfaat rokok sangat banyak dan hanya sedikit
menimbulkan mudharat. Padahal penetapan adanya bahaya (mudharat) rokok
dari aspek kesehatan diri dan lingkungan serta kadarnya bukan merupakan
otoritas dan tugas ulama fiqih melainkan merupakan otoritas (kewenangan)
para ahli medis dan ahli kimia karena merekalah yang paling ahli dan
mengetahuinya (QS. Al-Furqon:59 dan Fathir:14).
Para ahli medis
telah menyatakan bahaya rokok terhadap tubuh secara umum, juga bahaya
terhadap paru-paru dan saluran pernafasan secara khusus. Bahkan dapat
pula menimbulkan kanker atau radang paru-paru sehingga yang semakin
menyadarkan dunia untuk kampanye anti merokok bahkan Amerika dipelopori
oleh mantan presidennya, Bill Clinton secara terang-terangan memerangi
rokok. Peringatan bahaya rokok sebenarnya sudah lama di dengungkan oleh
banyak pihak yang berkompeten seperti Fakultas Kedokteran Britania
membuat pernyataan yang berbunyi: “berhentilah dari merokok, kalau tidak
maka kematian Anda semakin cepat”. Di antara bahaya merokok yang
diumumkan Fakultas Kedokteran Britania ialah bahwa setiap tahun 27.500
orang Britania meninggal karena merokok, dan usia mereka berkisar antara
34-65 tahun; setiap tahun 155.000 orang Britania akan mati karena 80%
di antaranya disebabkan serangan penyakit paru-paru; sembilan puluh
persen kematian karena serangan penyakit paru-paru itu disebabkan oleh
perokok; sebab-sebab pokok terjadinya kematian pada perokok di antaranya
mereka terserang bermacam-macam penyakit seperti paru-paru, saluran
pernafasan, jantung, penyakit urat nadi, penyakit tenggorokan, kanker
payudara, kanker mulut, serta kanker tenggorokan dan kerongkongan.
Anak-anak yang dilahirkan oleh wanita perokok itu lebih banyak mengalami
keguguran.
Menurut majalah kedokteran yang terbit di Britania,
menyatakan bahwa merokok itu sebenarnya penyakit, bukan kebiasaan.
Perilaku ini merupakan bencana yang dialami oleh kebanyakan anggota
keluarga, juga sebagai kebiasaan yang dapat menurunkan kehormatan
seseorang. Jumlah orang yang mati disebabkan merokok itu berlipat ganda.
Mereka menyimpulkan bahwa asap rokok lebih berbahaya daripada asap
mobil. Dan para dokter memberi nasihat bahwa orang yang merokok itu
tidak aman dalam perjalanan tugasnya. Banyak dokter yang menjelaskan dan
menulis tentang bahaya merokok terhadap kaum wanita, misalnya dapat
merusak kecantikan, mengubah warna kulit, dan menjadikan bau mulutnya
tidak sedap. Padahal keindahan, kecantikan dan aroma merupakan sesuatu
yang wajib dijaga oleh kaum wanita. Meskipun demikian, sebenarnya untuk
membuktikan bahaya rokok ini, tidak harus dilakukan oleh seorang dokter
atau ahli medis yang memahami kimia, karena hal ini sudah diketahui dan
dirasakan oleh masyarakat umum. Mudharat (bahaya) yang datang secara
bertahap atau perlahan sama hukumnya dengan yang seketika, keduanya
haram. Karena itu, pengaruh racun rokok (nikotin) terhadap jantung dan
paru-paru, cepat atau lambat terhukum haram, serta tidak diragukan lagi.
Imam
Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla (VII/503) menetapkan haramnya memakan
sesuatu yang menimbulkan mudharat berdasarkan nash umum. Beliau
mengatakan bahwa segala sesuatu yang membahayakan adalah haram
berdasarkan sabda Nabi saw: “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik
kepada segala sesuatu”. Maka menurutnya, barangsiapa yang menimbulkan
mudharat pada dirinya sendiri dan pada orang lain berarti ia tidak
berbuat baik; dan barangsiapa yang tidak berbuat baik berarti menentang
perintah Allah untuk berbuat baik kepada segala sesuatu itu.”
Merokok sebenarnya dapat dikategorikan perbuatan isrof yang diharamkan Islam, sebab menurut Imam Ibnu Hazm yang dimaksud isrof itu adalah dapat berupa: menafkahkan harta untuk sesuatu yang diharamkan Allah swt sedikit maupun banyak; berbuat boros pada sesuatu yang tidak diperlukan, yang menghabiskan kekayaannya; menghambur-hamburkan harta secara sia-sia, meskipun dalam jumlah kecil. Allah berfirman:“…dan janganlah kamu berlebih-lebihan (israf). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al An’am:141)
Merokok sebenarnya dapat dikategorikan perbuatan isrof yang diharamkan Islam, sebab menurut Imam Ibnu Hazm yang dimaksud isrof itu adalah dapat berupa: menafkahkan harta untuk sesuatu yang diharamkan Allah swt sedikit maupun banyak; berbuat boros pada sesuatu yang tidak diperlukan, yang menghabiskan kekayaannya; menghambur-hamburkan harta secara sia-sia, meskipun dalam jumlah kecil. Allah berfirman:“…dan janganlah kamu berlebih-lebihan (israf). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al An’am:141)
Penetapan
hukum haramnya rokok ini karena membahayakan berdasarkan firman Allah
Swt.:“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”(QS. An-Nisa:29) Imam Nawawi mengenai hal ini
secara tegas dalam kitab Raudhah-nya mengatakan bahwa segala sesuatu
yang bila dimakan membahayakan seperti kaca, batu, dan racun maka
memakannya haram. Bahaya lain yang dapat timbul dari kebiasaan merokok
ialah jika rokok atau bahan pembuatannya itu diimpor dari negara-negara
eksportir yang menyudutkan maupun memerangi Islam, maka pembelian rokok
itu justru akan memperkuat posisi musuh dalam menghadapi umat Islam.
Termasuk yang membahayakan ialah bila yang merokok itu elit atau patron,
pesohor dan panutan masyarakat seperti ulama, kyai, ustadz, pejabat
atau para dokter.
Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa
masalah rokok ini memang khilafiyah (masih diperselisihkan) dan sesuatu
yang keharamannya masih diperselisihkan perlakuan hukum dan kategori
syariah terhadap perokok tidaklah sampai pada tingkat sebagaimana
keharamannya yang telah disepakati secara ijma’ (konsensus ulama).
Karena itulah sulit rasanya untuk menggolongkan dan memberi predikat
pelakunya sebagai orang yang fasik dan dianggap gugur kesaksiannya,
apalagi jika fenomena rokok ini sudah demikian merata atau mayoritas
penduduk bumi.
Adapun fenomena banyaknya ulama yang merokok,
justru hal itu menunjukkan bahwa mereka itu tidaklah ma’shum
(terpelihara dari kesalahan dosa). Sebagian besar di antara mereka telah
tergoda dan kecanduan rokok sejak usia muda, sehingga motivasinya tidak
berdaya membebaskannya dari belenggu ketergantungan pada rokok. Namun
demikian di antara mereka ada yang memfatwakan keharamannya meskipun dia
sendiri sulit melepaskan ketergantungan pada rokok, seperti Syeikh
Mahmud Syaltout dari ulama Al-Azhar Mesir. Bila hal ini kita sepakati
dan yakini sebagai suatu dosa meskipun membawa manfaat, tetapi
sebenarnya dosa dan mudharatnya lebih besar dari manfaatnya, sebagaimana
halnya khamar (minuman keras) sehingga tetap diharamkan Allah
(QS.Al-Baqarah:219), maka segala profesi dan aktivitas yang terkait
dengannya ikut menanggung dosa termasuk pihak produsen (pemilik maupun
pekerja produksi), distributor (penjual), maupun pemasok bahan produksi.
Bukankah Nabi telah melaknat khamar juga semua pihak yang terlibat
dengannya secara keseluruhan. Hal itu karena jika Allah mengharamkan
sesuatu maka Dia mengharamkan segala bentuk keterlibatan yang
mendukungnya (QS.Al-Maidah:2). Meskipun demikian, dalam batas tertentu
karena kondisi kebutuhan yang mendesak yang dapat dikategorikan kondisi
darurat, selama belum ada alternatif lain setelah melalui berbagai usaha
maksimal, maka profesi saudari tergolong pada rukhsah (dispensasi atau
keringanan hukum syariah) terlebih jika keluarga Saudari membutuhkan
penghasilan dari profesi pekerja pabrik rokok. Di samping itu, saudari
harus banyak berusaha dan berdoa semoga segera mendapatkan pencaharian
yang lebih halal dan baik sebab Allah adalah sumber segalanya dan tempat
bergantung.
Mengenai kekhawatiran sementara pihak terhadap dampak
sosial ekonomi pasca fatwa haram rokok dengan beberapa perincian oleh
Majelis Ulama Indonesia yang dihasilkan oleh Ijtima Ulama Komisi fatwa
dan Unsur Ormas Islam Seluruh Indonesia serta menghadirkan nara sumber
ahli kesehatan, yaitu kekhawatiran akan timbulnya pengangguran dan
matinya lapangan pekerjaan secara dramatis dan drastis karena ditutupnya
pabrik rokok, maka kekhawatiran itu berlebihan, terlalu apriori,
pragmatis, pesimistis, skeptis, fatalis, dan tidak berdasarkan data
empiris ilmiah. Semua komponen umat ini seharusnya bertekad memikirkan
dan mengusahakan alternatif pengganti yang lebih baik dan halal (halalan
thayyiban) dari industri rokok dengan alih fungsi dan kemanfaatan
tembakau misalnya, bukankah Nabi saw. menjanjikan bagi siapa yang
meninggalkan sesuatu karena takwa kepada Allah maka Ia akan menggantinya
dengan yang lebih baik untuknya.
Profesi terkait dengan rokok
yang lainnya seperti para pedagang pengecer maupun pengasong yang tidak
hanya menjual rokok demikian pula para pemasok dan petani tembakau,
teknisi, entertainer, pengusaha reklame dan advertising, ataupun pihak
terkait lainnya, maka akan lebih selamat dan berhati-hati (ihthiyatan)
bila menghindari komoditi dan objek usaha yang haram ataupun minimal
syubhat (meragukan kehalalannya) seperti rokok. Sebab, Allah tidak akan
memberkati seseorang karena usahanya yang haram atau bercampur haram.
Dan harus diingat bahwa setiap kesulitan di jalan Allah akan ada
kemudahan dan jalan keluar yang lebih baik. (QS.At-Thalaq:2-5,
Al-Insyirah:4-5) Sikap demikian itu hikmahnya adalah demi menyelamatkan
generasi muda dan segenap bangsa dari kecanduan rokok, dan kerusakan
kesehatan diri dan lingkungan. Namun dalam masa transisi setelah
kesadaran hukum dan aspek kesehatan terkait rokok ini, semua pihak
terkait seharusnya mulai memancangkan niat dan tekad kuat untuk mencari
alternative yang lebih baik untuk kemaslahatan luas dan halal. Dalam hal
ini pemerintah dan semua pihak terkait melalui berbagai media dan
sarana harus berusaha keras memerangi penyakit ini dan kampanye anti
rokok di samping menciptakan alternatif lapangan kerja dan usaha lainnya
yang lebih baik, meskipun untuk ini harus mengeluarkan biaya yang
sangat banyak dan melumpuhkan industri rokok dan biaya sosial yang
sangat tinggi, sebab dampak negatif yang ditimbulkannya bagi kesehatan
keluarga dan bangsa jauh lebih mahal dan berharga dari pada nilai devisa
ataupun nilai material apapun. Wallahu A’lam Wa Billahit Taufiq wal Hidayah. []
Post a Comment